Kisah Ajaib Kaji Nunut Asal Jombang

Kisah Ajaib ' Kaji Nunut' dari Jombang - Kisah ini bisa dibilang legendaris , karena banyak yang takjub akan keajaiban dari cerita anak manusia yang satu ini, dari judulnya kita ketahui bahwa beliau Choirun Nasichin adalah seorang yang amat sangat jauh dari cukup untuk melakukan ibadah Haji ke Mekkah, jangankan ikut Haji, mau makan sehari-hari aja susah, namun didunia ini tiada yang namanya mustahil, semua menjadi mungkin jika hal tersebut sudah dikehendaki oleh Allah , Tuhan Semesta Alam, berikut kisah "Kaji Nunut" selengkapnya yang dikutip dari situs dream.co.id.

Seorang pria terlihat gelisah di pelataran Bandara Juanda, Surabaya. Sebentar duduk, sesekali berdiri. Matanya celingukan mencari sesuatu. “Kenapa rombongan belum pada datang, ya…?” begitu fikirnya.

Pria itu, Choirun Nasichin asal Jombang, Jawa Timur. Sebuah tas tak pernah lepas dari genggamannya. Seperti dia yang tak bisa melepaskan kegelisahannya karena “rombongan” yang dimaksud tak kunjung muncul meski sudah menunggu beberapa jam. Choirun bertahan, mencoba sabar.

Matahari beringsut turun, namun teriknya masih cukup menggigit kulit. Kegelisahan Choirun makin menjadi-jadi karena yang ditunggu tak juga muncul. Dia beranikan diri mendekati salah satu petugas Bandara Juanda.

“Pak, rombongan haji jam berapa datang?” tanya Choirun.

“Nanti Pak, habis Isya,” jawab si petugas.

“Ooo.., makasih Pak,” kata Choirun sambil ngeloyor pergi.

Choirun pun kembali duduk menunggu. Tentu bukan masalah baginya untuk menunggu beberapa jam lagi ke depan. Dibandingkan dengan bertahun-tahun mimpinya untuk bisa berangkat ke tanah suci.

Sambil mulutnya komat-kamit membaca doa, Choirun mengingat perjalanan panjangnya hingga di Bandara Juanda sore itu. Sejak dua tahun terakhir dia memendam hasrat menjadi tamu Allah menjalankan Ibadah Haji. Bahkan gelar “Haji” sudah disandangnya sejak dua tahun lalu. Masalahnya, gelar itu bukan karena Choirun sudah pernah ke tanah suci. Melainkan karena kopiah putih yang selalu nangkring di kepala pria yang tinggal di Desa Nglele, Kecamatan Sumobito, Jombang ini.

Namun apa mau dikata, ongkos haji masih terlalu jauh dari kemampuan kantongnya. Choirun tak pernah berhenti memohon. Tapi dia juga berupaya dengan rajin mengirim undian dengan harapan mendapat hadiah untuk ongkos naik haji. Dia mengingat, pernah dalam sebuah undian mengirim 900 kupon undian sekaligus.

Usaha Choirun membuahkan hasil. Dia memenangkan undian dari sebuah produk sampo sebesar lima gram emas. Masalahnya, entah berapa karat kandungan emasnya, yang pasti saat dijual dia hanya mendapat uang Rp 70 ribu.

Tapi niat Choirun sudah di ubun-ubun. Uang itu dia belanjakan untuk sandal, pakaian ihram, dan alat lainnya di pasar. Uang tersisa Rp 49.950. Jelas uang itu masih jauh dari cukup untuk ongkos haji.

Tapi bukan Chairun kalau dia tak punya solusi. Dia tetap akan berangkat ke tanah suci. Untuk melengkapi prosesi haji, Choirun pun berpamitan kepada kerabat. Saat berpamitan ke Ibunya, Siti Khoniah, dia mendapat tambahan Rp 5 ribu. Lumayan…

Setelah berpamitan kini Choirun harus berangkat ke Surabaya. Biasanya, dia cukup nunut atau numpang truk yang lewat ke arah Surabaya. Tapi gengsi memaksanya naik bus jurusan Jombang-Surabaya di depan tetangga dan kerabat yang melepas kepergiannya.

Sesampai di Surabaya tanpa pandangan mata orang yang dikenalnya, kebiasaan Choirun pun muncul. Dia nunut atau numpang bemo ke arah Bandara Juanda.

Lamunan Choirun buyar ketika dari jauh dia melihat iring-iringan bus yang membawa rombongan Jamaah Calon Haji. Bergegas Choirun mendekati bus dan berbaur dengan rombongan. Tanpa ada yang curiga, Choirun bahkan ikut berfoto bersama.

Masalah muncul ketika satu persatu rombongan masuk ke pintu bandara. Setiap orang diperiksa dokumennya mulai dari paspor hingga tiket pesawat. Nah…Choirun tak punya selembarpun dokumen selain Kartu Tanda Penduduk.

Bagaimana dia akan naik haji ? Ternyata dari awal Choirun punya niat berangkat ke tanah suci dengan menumpang atau nunut. Perlahan dia melipir menjauh dari rombongan. Dia berbelok ke kawat pembatas di Bandara Juanda itu.

Dan…wush..! Tubuhnya merangkak melewati pagar dan sekejap kemudian sudah berada di area parkir pesawat. Perlahan Choirun kembali merapat ke rombongan yang berjalan ke arah pesawat. “Sambil wirid, saya jalan biasa saja. Tidak ada yang menegur sampai saya berada di atas pesawat,” kata dia dalam sebuah wawancara.

Aman…

***

Cerita berlanjut saat dia sudah berada di kabin pesawat. Dia tebarkan pandangan, ternyata semua bangku terisi. Dia melihat ke belakang, ada tiga bangku kosong. Dia beringsut ke arah kursi kosong dan duduk di sana.

Seorang pramugari mendekatinya. Ternyata kursi kosong itu harusnya tempat duduk pramugari.

“Bapak kok duduk di sini,” tanya pramugari ramah.

“Nggak apa-apa, saya kan cuma nunut,” jawab Choirun polos.

Celakanya, sang pramugari mengira pria lugu itu bercanda. Sehingga hanya membalas dengan senyum lalu pergi.

Pesawat pun take off dari landasan. Pramugari mulai membagikan makan dan minum. Tak terkecuali bagi Choirun.

Tibalah saat pramugari mulai memeriksa dokumen para calon Jamaah Haji. Saat itulah aksi ‘penyusupan’ Choirun terbongkar. Seisi pesawat langsung gaduh. Mereka saling bertanya bagaimana bisa ada penumpang gelap? Penumpang lain sempat menganggap Choirun orang gila.

“Saya bilang terus terang, kalau saya ini memang nunut. Jadi ya ndak punya apa-apa. Dokumen itu maksudnya apa, saya juga nggak tahu,” katanya. Wah…kacau… Beruntung nasib Choirun, diantara penumpang ada Jamaah asal Jombang yang mengenalnya. Harto dan Yazid Abdullah, membelanya.  Berdua mereka meyakinkan seisi pesawat, termasuk kru, bahwa Choirun bukan orang gila.

“Dia memang miskin, tapi berniat betul menjadi haji karena sudah lama dipanggil Pak Haji,” Yazid membela Choirun. Penumpang yang sebelumnya kesal, kini berganti simpati. Bahkan mereka berniat patungan agar Choirun mendapat paspor untuk berhaji. Biaya akan ditanggung seluruh anggota Kloter. Tetapi bagaimana caranya ? Mereka sudah di tengah jalan. Sementara mengurus paspor harus dilakukan di tanah air. Pesawat juga tidak mungkin mendarat di tengah jalan hanya untuk menurunkan si Haji Nunut.

Penerbangan selama delapan jam itu akhirnya mendarat di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah. Tentu saja Choirun dilarang keluar pesawat. Pramugari yang kasihan melihatnya, berusaha menyembunyikan Choirun. Haji Nunut itu disembuyikan dalam toilet pesawat agar tak diketahui petugas Bandara Jeddah. Pintu toilet dikunci rapat dan diberi tanda "rusak".

Trik ini ternyata berhasil. Choirun lolos dari razia.

Tiba waktunya pesawat harus terbang kembali ke tanah air. Mau tak mau Choirun harus ikut pulang tanpa sempat menjejakkan kakinya di Jeddah, apalagi ke Mekah.

Sedih ? Ada rasa sedih, tetapi kini Choirun malah menjadi `raja`. Bagaimana tidak, pesawat yang biasa berjubel membawa ratusan jamaah haji itu kini dia tumpangi sindiri. Kru pesawat hanya “mengurus” kebutuhan Choirun.

Mau makan, tambah minum, nonton film…semua dinikmati sendiri. “Semua gratis!” kata Choirun. “Jadi meskipun di kampung, saya ini orang miskin, tapi saya bisa carter pesawat,” Choirun menambahkan.

Tetapi kenikmatan tidak berlangsung lama. Sesampai Bandara Juanda, aparat sudah menjemput dan menciduk Chiron. Dia ditahan karena dianggap memasuki daerah terlarang, yaitu bandara. Peristiwa unik ini berlangsung pada 1992. Dan hampir setiap musim haji, kisah Choirun ini menjadi romansa yang tetap menarik untuk kembali diceritakan.

Choirun harus menghadapi sang pengadil di ruang sidang.  Hampir setahun dia bolak-balik ke Kepengadilan Negeri Sidoarjo. Sejak itu julukan Si “Kaji Nunut” melekat pada dirinya.  Akhirnya Pengadilan menjatuhkan hukuman 2 bulan penjara dengan masa percobaan 5 bulan.

Aksi nekat Choirun dan sorotan media membuat banyak simpati mengalir. Banyak pihak yang akan membayar ongkos dia naik haji. Namun, Choirun akhirnya memilih untuk menerima tawaran Haji Tosim, warga Tambak Osowilangun, Surabaya.

Akhirnya berangkatlah Choirun berhaji secara resmi ke Tanah Suci pada 1994. “Alhamdulillah, begitu menginjak tanah Mekah, sandal saya lepas,” kata dia mengenang pertama kali berhaji. “Waktu sa’i dari Safa ke Marwah juga lepas sandal, pokoknya harus menginjak tanah,” dia mengisahkan.

Kisah Choirun hingga kini terus mengundang simpati. Tak cukup sekali naik haji, pada 2005 dia juga mendapat hadiah dari dermawan lain untuk kembali naik haji. Plus beberapa kali sudah dia menjalani ibadah umrah.

Meski sudah dua kali berhaji dan beberapa kali umrah, julukan ‘Kaji Nunut’ tak akan pernah lepas. Karena memang semua ibadah haji dan umroh yang dijalaninya didapat dari sumbangan orang lain. “Jadi saya tetap saja nunut,” kata Choirun tanpa beban.

Baca juga : Kisah Haru, Datang ke Pernikahan Mantan setelah 7 Tahun Pacaran.

Posting Komentar untuk "Kisah Ajaib Kaji Nunut Asal Jombang"

close