Rencana pembakaran al-Quran oleh Terry Jones, seorang warga Amerika Serikat (AS) di Kota Gainesville, Florida, selama beberapa hari mendapat liputan gencar dari berbagai media di AS dan mancanegara. Namun, para jurnalis kini mulai kesal dengan ulah Jones, yang tampaknya sudah mempermainkan mereka dengan komentar dan manuvernya
Mereka sudah berhari-hari menunggu di luar gereja Dove World Outreach Center pimpinan Jones. Michael Boorstein dari harian The Washington Post mengungkapkan rasa jengkel yang mulai melanda para jurnalis.
Bermandi keringat karena harus menunggu di tengah cuaca yang terik, sejumlah wartawan berteriak kesal ke arah pendeta yang juga putra Terry Jones, Luke, dan seorang rohaniwan evangelis, Jumat siang, 10 September 2010 waktu setempat. Mereka saat itu berkali-kali melontarkan komentar yang tidak jelas mengenai jadi tidaknya acara pembakaran al-Quran, yang direncakan Jones berlangsung pada Sabtu 11 September 2010 dalam rangka memperingati Tragedi 9/11.
Sehari sebelumnya, Jones sempat menyatakan pembatalan acara pembakaran kitab suci umat Muslim itu. Saat itu, dia didampingi seorang imam yang memimpin komunitas Muslim di Florida. Namun, tak lama kemudian, dia meralat kata "membatalkan" menjadi "menangguhkan."
Alasannya, Jones mengaku belum ada jaminan dari pimpinan proyek Islamic Center di New York, Imam Faisal Abdul Rauf, untuk bersedia memindahkan pembangunan dari dekat kawasan Ground Zero. Alasan ini sempat membingungkan para jurnalis, karena Jones sebelumnya menyatakan bahwa motif acara pembakaran Quran bukan mengenai proyek Islamic Center, melainkan kebenciannya kepada Islam.
Pada Jumat waktu setempat, Jones menugaskan putranya, Luke, tampil di depan para wartawan. Luke didampingi seorang pendeta evangelis asal Houston, K.A. Paul. Mereka berdua sempat muncul sekitar pukul 13 untuk mengatakan bahwa mereka memberi waktu dua jam kepada Imam Faisal untuk setuju memindahkan Islamic Center dari Ground Zero, yang dulu adalah kompleks menara kembar WTC yang hancur akibat serangan teroris pada 11 September 2001.
Di tengah suhu udara yang kian menyengat, para jurnalis bersedia menunggu. Dua jam kemudian, Luke muncul kembali bersama Jones dari gereja, yang mirip dengan sebuah gudang. Paul berucap bahwa dia berhasil meyakinkan Jones untuk membatalkan pembakaran Quran.
Namun, para wartawan mengharapkan jawaban langsung dari Jones, apakah acara itu betul-betul dibatalkan dan apakah sudah ada tanggapan dari Imam Faisal serta apa ada perkembangan lain.
Mewakili ayahnya, Luke pun hanya memberi jawaban yang tidak simpatik. "Kami tidak mau memberi tahu kalian apa yang sedang terjadi," teriak Luke di depan puluhan jurnalis.
Sejumlah jurnalis akhirnya tidak bisa menahan sabar. "Apakah kalian lagi mempermainkan kami untuk mencari perhatian?" Seru seorang jurnalis perempuan yang sudah mandi keringat karena memakai baju setelan lengkap.
"Kenapa kalian sampai butuh waktu dua jam?" teriak salah seorang wartawan kepada Jones. "Jadi Anda sengaja mau bilang bakar Qur'an supaya bisa diliput?" sahut seorang reporter lain dengan berlogat Jerman.
"Kami kan sedang bernegosiasi," kata Luke yang juga mandi keringat. Dia hanya berkali-kali mengatakan bahwa tidak ada pembakaran Quran pada pukul 18 seperti yang direncanakan. Namun, para jurnalis tidak puas dengan jawaban singkat Luke. Mereka berharap ada jawaban langsung sekaligus kepastian dari Jones sendiri, bukan lewat putranya.
Setelah terdiam sejenak, seorang wartawan berkata, "Ya sudah, mari semua pulang!"
Luke pun menyahut, "Baik, kami juga tidak lapar-media. Pergi sana!"
Meski begitu, toh tidak ada jurnalis yang beranjak hingga Luke kembali ke gedung gereja.
Para polisi pun turut berjaga sambil berlindung di bawah pohon, agar terhindar dari teriknya sinar matahari. "Kami paham apa yang kalian rasakan," kata seorang polisi, sembari tersenyum. (kd)
• VIVAnews
Mereka sudah berhari-hari menunggu di luar gereja Dove World Outreach Center pimpinan Jones. Michael Boorstein dari harian The Washington Post mengungkapkan rasa jengkel yang mulai melanda para jurnalis.
Bermandi keringat karena harus menunggu di tengah cuaca yang terik, sejumlah wartawan berteriak kesal ke arah pendeta yang juga putra Terry Jones, Luke, dan seorang rohaniwan evangelis, Jumat siang, 10 September 2010 waktu setempat. Mereka saat itu berkali-kali melontarkan komentar yang tidak jelas mengenai jadi tidaknya acara pembakaran al-Quran, yang direncakan Jones berlangsung pada Sabtu 11 September 2010 dalam rangka memperingati Tragedi 9/11.
Sehari sebelumnya, Jones sempat menyatakan pembatalan acara pembakaran kitab suci umat Muslim itu. Saat itu, dia didampingi seorang imam yang memimpin komunitas Muslim di Florida. Namun, tak lama kemudian, dia meralat kata "membatalkan" menjadi "menangguhkan."
Alasannya, Jones mengaku belum ada jaminan dari pimpinan proyek Islamic Center di New York, Imam Faisal Abdul Rauf, untuk bersedia memindahkan pembangunan dari dekat kawasan Ground Zero. Alasan ini sempat membingungkan para jurnalis, karena Jones sebelumnya menyatakan bahwa motif acara pembakaran Quran bukan mengenai proyek Islamic Center, melainkan kebenciannya kepada Islam.
Pada Jumat waktu setempat, Jones menugaskan putranya, Luke, tampil di depan para wartawan. Luke didampingi seorang pendeta evangelis asal Houston, K.A. Paul. Mereka berdua sempat muncul sekitar pukul 13 untuk mengatakan bahwa mereka memberi waktu dua jam kepada Imam Faisal untuk setuju memindahkan Islamic Center dari Ground Zero, yang dulu adalah kompleks menara kembar WTC yang hancur akibat serangan teroris pada 11 September 2001.
Di tengah suhu udara yang kian menyengat, para jurnalis bersedia menunggu. Dua jam kemudian, Luke muncul kembali bersama Jones dari gereja, yang mirip dengan sebuah gudang. Paul berucap bahwa dia berhasil meyakinkan Jones untuk membatalkan pembakaran Quran.
Namun, para wartawan mengharapkan jawaban langsung dari Jones, apakah acara itu betul-betul dibatalkan dan apakah sudah ada tanggapan dari Imam Faisal serta apa ada perkembangan lain.
Mewakili ayahnya, Luke pun hanya memberi jawaban yang tidak simpatik. "Kami tidak mau memberi tahu kalian apa yang sedang terjadi," teriak Luke di depan puluhan jurnalis.
Sejumlah jurnalis akhirnya tidak bisa menahan sabar. "Apakah kalian lagi mempermainkan kami untuk mencari perhatian?" Seru seorang jurnalis perempuan yang sudah mandi keringat karena memakai baju setelan lengkap.
"Kenapa kalian sampai butuh waktu dua jam?" teriak salah seorang wartawan kepada Jones. "Jadi Anda sengaja mau bilang bakar Qur'an supaya bisa diliput?" sahut seorang reporter lain dengan berlogat Jerman.
"Kami kan sedang bernegosiasi," kata Luke yang juga mandi keringat. Dia hanya berkali-kali mengatakan bahwa tidak ada pembakaran Quran pada pukul 18 seperti yang direncanakan. Namun, para jurnalis tidak puas dengan jawaban singkat Luke. Mereka berharap ada jawaban langsung sekaligus kepastian dari Jones sendiri, bukan lewat putranya.
Setelah terdiam sejenak, seorang wartawan berkata, "Ya sudah, mari semua pulang!"
Luke pun menyahut, "Baik, kami juga tidak lapar-media. Pergi sana!"
Meski begitu, toh tidak ada jurnalis yang beranjak hingga Luke kembali ke gedung gereja.
Para polisi pun turut berjaga sambil berlindung di bawah pohon, agar terhindar dari teriknya sinar matahari. "Kami paham apa yang kalian rasakan," kata seorang polisi, sembari tersenyum. (kd)
• VIVAnews
Posting Komentar untuk "JANGAN KAU SENTUH KITAB SUCIKU !!! (RENCANA PEMBAKARAN AL-QUR'AN)"